Monumen Nasional atau yang populer disingkat Monas atau Tugu
Monas adalah monumen peringatan
setinggi 132 meter (433 kaki) dibangun diareal seluas 80 hektar yang tujuannya
untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan dari pemerintah Hindia Belanda. Pembangunan monumen
ini dimulai pada tanggal 17 Agustus 1961 di bawah perintah presiden Sukarno,
dan dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975. Tugu ini dimahkotai lidah api
yang dilapisi lembaran emas yang melambangkan semangat perjuangan yang
menyala-nyala. Monumen Nasional terletak tepat di tengah lapangan Medan
Merdeka, Jakarta Pusat.
Setelah pusat pemerintahan Republik Indonesia kembali ke Jakarta pada tahun 1950 yang
sebelumnya berkedudukan di Yogjakarta, menyusul pengakuan kedaulatan negara
Republik Indonesia dari pemerintah Belanda pada tahun 1949, Presiden Sukarno
mulai memikirkan pembangunan sebuah monumen nasional yang setara dengan Menara
Eiffel di lapangan tepat di depan Istana Merdeka. Pembangunan tugu Monas
betujuan mengenang dan melestarikan perjuangan bangsa Indonesia pada masa
revolusi kemerdekaan 1945, agar terus dapat membangkitkan inspirasi dan
semangat patriotisme generasi saat ini dan mendatang.
Pada tanggal 17 Agustus
1954 sebuah komite nasioanl dibentuk dan sayembara perancangan monumen nasional
digelar tahun 1955. Terdapat 51 karya yang masuk, akan tetapi hanya satu karya
yang dibuat oleh Frederich Silaban yang memenuhi kriteria yang
ditentukan komite, antara lain menggambarkan karakter bangsa Indonesia dan
dapat bertahan selama berabad-abad. sayembara kedua digelar pada tahun 1960
tapi sekali lagfi tak satupun dari 136 peserta yang memenuhi kriteria. Ketua juri
kemudian meminta Silaban untuk menunjukanb rancangannya kepada Sukarno, akan
tetapi Sukarno kurang menyukai rancangan itu dan ia menginginkan monumen itu
berbentuk lingga dan yoni. Silaban kemudian diminta
merancang monumen dengan tema seperti itu, akan tetapi rancangan yang diajukan Silaban terlalu luar
biasa sehingga
biayanya sangat besar dan tidak mampu ditanggung oleh anggaran negara, terlebih
kondisi ekonomi saat itu cukup buruk. Silaban menolak merancang bangunan yang
lebih kecil dan menyarankan pembangunan ditunda hingga ekonomi Indonesia
membaik. Sukarno kemudian meminta arsitek R.M. Soedarsono untuk melanjutkan
rancangan itu. Soedarsono memasukan angka 17, 8 dan 45, yang melambangkan 17
Agustus 1945 memulai Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia,
ke dalam rancangan monumen itu.



Posting Komentar